Data Pemilih Jadi Masalah Klasik

Data Pemilih Jadi Masalah Klasik

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Persoalan data pemilih sejauh ini masih menjadi masalah klasik setiap pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan. Data pemilih yang tidak kunjung usai ini, sangat berkaitan erat dengan persoalan data base kependudukan. DPR RI menyoroti, selama ini proses perekaman KTP elektronik di lapangan juga masih menjadi masalah serius. Sehingga hal tersebut diharapkan dapat segera dicarikan solusinya. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam rapat dengan penyelenggara pemilu dan kemendagri mengatakan, saat ini, pelaksanaan pilkada sudah memasuki tahap akhir. “Tahap akhir ini merupakan bagian yang paling penting. Yang lebih penting lagi, kita mempunyai target agar partisipasi pemilih cukup tinggi,” ucap Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/11). Ia melanjutkan, KPU sudah menetapkan targetnya 77,5 persen. Menurutnya, target tersebut menjadi dan menjadi tanggung jawab pihak terkait untuk memberikan informasi, mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Agar masyarakat bisa hadir, tentu ada persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mereka harus terdaftar. “Oleh karenanya kita membahas secara khusus tentang data pemilih tetap yang menurut kami sebetulnya dari pemilu ke pemilu ataupun dari pilkada ke pilkada pasti selalu ada masalah,” beber Doli. Politisi Golkar ini menegaskan, Dirjen Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) secara khusus mempunyai aparat sampai ke tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan. Jika persoalan ini dikaitkan dengan masalah perekaman E-KTP, yang ternyata di lapangan masih banyak masalah tentang data kependudukan. Dalam kesempatan sama, Mendagri Tito Karnavian memaparkan bahwa dari 132 daerah yang belum selesai perekaman E-KTP nya, ada 39 kabupaten/kota yang jumlahnya di atas sepuluh ribu yang belum melakukan perekaman. Selanjutnya, 27 kabupaten/kota yang jumlahnya antara lima ribu sampai dengan sepuluh ribu, dan sisanya ada 66 kabupaten/kota yang jumlahnya kurang dari lima ribu yang belum melakukan perekaman. Untuk itu Tito mengaku sudah membentuk 32 tim yang akan bergerak dan berkoordinasi untuk mengawasi dan memberikan supervisi kepada seluruh Dinas Dukcapil. “Mereka juga akan melakukan koordinasi dengan Satpol PP supaya tidak terjadi lonjakan yang kemudian menimbulkan kerumunan. Tim Supervisi ini juga akan melihat persoalan yang terkait dengan masalah sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak,” tutur Tito. Rekomendasi laim justru diberikan lembaga pengawas pemilu. Ketua BAwaslu Abhan menilai perlunya dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) ulang pasca-penetapan daftar pemilih tetap (DPT). Alasannya, dari sejumlah laporan yang diterima Bawaslu, masih terdapat rumah-rumah yang belum didatangi oleh petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) untuk pendataan. \"Kami merekomendasikan coklit ulang karena ditemukan banyak sekali rumah yang belum terdata dengan baik,\" ujarnya. Ia merinci, ada 22.567 rumah yang tidak didatangi oleh petugas PPDP. Temuan itu tersebar di 6.694 kelurahan/desa. Padahal, coklit terhadap rumah-rumah yang belum didatangi sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU). \"Coklit terhadap rumah-rumah yang belum didatangi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat 25 PKPU Nomor 19 Tahun 2019,\" kata dia. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: